Kamis, 05 Januari 2012

Metodologi Penelitian (STUDI TEKS /PUSTAKA / LITERATUR)

STUDI TEKS (PUSTAKA / LITERATUR)
DALAM METODOLOGI PENELITIAN
(Tawaran Teoritis & Tantangan Dalam Karya Ilmiyah)

Oleh : M. Alfithrah Arufa, S.Pd.I 

A.    Pengantar
Mengadakan survey terhadap data yang ada merupakan langkah yang penting sekali dalam metode ilmiyah. Memperoleh informasi dari penelitian terdahulu harus dikerjakan, tanpa memperdulikan apakah sebuah penelitian menggunakan penelitian lapangan ataupun laboratorium, atau di dalam museum. Menelusuri literature/teks yang ada serta menelaahnya secara tekun merupakan kerja kepustakaan yang sangat diperlukan dalam mengerjakan penelitian.
Sebelum kita lebih jauh masuk dalam ranah studi teks/pustaka yang dimaksudkan dalam tema saat ini, ada baiknya kami mencoba membuka lebih lebar jarak-beda antara kajian lapangan dengan pustaka (yang kemudian serupa dengan kajian teks) dalam penelitian ilmiyah. Secara sempit, Hampir semua jenis penelitian memerlukan studi pustaka, walaupun orang sering membedakan riset kepustakaan/telaah pustaka (library research / literature review) dan riset lapangan (field research), keduanya tetap memerlukan penelusuran pustaka/literatur. Perbedaan yang utama hanyalah terletak pada tujuan, fungsi dan/atau kedudukan studi teks/pustaka dalam masing-masing penelitian itu. Dalam riset lapangan, penelusuran pustaka terutama dimaksudkan sebagai langkah awal dalam menyiapkan kerangka penelitian (research design) dan/atau proposal guna memperoleh informasi sejenis, memperdalam kajian teoritis atau mempertajam metodologi.
Berbeda dengan riset pustaka/teks, penelusuran teks/literature lebih dari pada sekedar melayani fungsi-fungsi yang ada pada kajian lapangan tadi. Riset pustaka sekaligus memanfaatkan sumber perpustakaan untuk memperoleh penelitiannya. Tegasnya, riset/studi teks/pustaka membatasi kegiatannya hanya pada bahan-bahan koleksi perpustakaan saja tanpa memerlukan riset lapangan.[1]
Idealnya, sebuah riset profesional menggunakan kombinasi riset pustaka dan lapangan atau dengan penekanan pada salah satu diantaranya. Namun begitu sejumlah ilmuan (dari berbagai disiplin ilmu) tidak selamanya tergantung pada data primer dari lapangan. Adakalanya mereka membatasi pada studi pustka saja. Mengapa?
Untuk lebih luas dan lugasnya, makalah kami yang singkat ini akan mencoba memberi pemaparan data-data teoritis terkait dengan tema kami saat ini, tentunya data-data yang juga berasal dari hasil studi pustaka/teks.
B.     Posmodernis dan Beberapa Wacana Penunjang Studi Teks (Pustaka/Literatur)
Sebelum kita masuk pada apa itu studi teks (yang kemudian kita kenal dengan kajian pustaka), maka ada baiknya kami menjelaskan pandangan kalangan posmodernis, yang nantinya akan mengantarkan kita ke gerbang pemahaman pada studi teks/ kajian pustaka. Kalangan posmodernis sangat mengedepankan dua pendekatan metodologis, yaitu interpretasi[2] anti objektivis dan dekonstruksi.[3] Interpretasi dalam pandangan posmodernisme adalah interpretasi yang tidak terbatas. Oleh karena itu menurut pandangan ini bahwa tidak ada makna final untuk tanda khusus tertentu juga tidak ada pengertian tunggal bagi sebuah teks, maka seorang modernis berargumentasi bahwa tidak ada interpretasi yang dapat dianggap lebih unggul dari yang lain.
Dengan demikian, berbagai interpretasi yang diperoleh dari sebuah teks, memiliki kepentingan yang sejajar yakni tidak ada superioritas anatara satu dengan yang lainnya. Artinya yang ditekankan bukanlah benar atau tidaknya penafsiran yang diberikan, namun argumentasi yang dijadikan landasan dalam memberikan penafsiran serta kedekatannya dengan fenomena yang terjadi dan berkaitan dengan teks tersebut yang menjadi titik perhatian interpretasi.
Dalam kaitan ini, bahwa memberi interpretasi terhadap teks dalam penelitian kualitatif, ditekankan pada bagaimana peneliti melihat bagaimana keajegan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknai isi interaksi simbolik yang terjadi dalam komunikasi. Disadari bahwa makna simbol dan interaksi sangat majemuk, sehingga interpretasi ganda terhadap objek simbol tunggal umumnya menjadi fenomena umum dalam penelitian sosial.[4]
 Seperti yang telah disebutkan bahwa kajian pustuka atau studi teks tidak akan terlepas dari pemahaman terhadap simbol-simbol, sebab teks itu sendiri merupakan sebuah simbol. Oleh karena itu dalam studi teks perlu dipahami tiga ciri khas simbol. Pertama, multi vokal, maksudnya bahwa teks memiliki banyak arti dan menunjuk pada banyak hal (bermakna ganda). Kedua, polarisasi, artinya yang memiliki pemahaman saling bertentangan, jadi nantinya akan muncul makna yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Ketiga, unifikasi, artinya karena sifatnya yang umum maka sangat meniscayakan adanya penyatuan dari berbagai penafsiran/interpretasi yang ada. Dari ciri khas ini maka simbol dari segi sifat dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang dianggap dengan persetujuan bersama, sebagai sesuatu yang memberikan sifat alamiah atau mewakili mengungatkan kembali dengan memiliki kualitas yang sama atau dengan membayangkan dalam kenyataan atau pikiran.[5]
Semua yang dibahas dalam studi teks sebenarnya merupakan pembahasan terhadap simbol, sebab simbol itu sendiri tidak dapat dipisahkan dari struktur sosial, gaya hidup, sosialisi, agama, mobilitas sosial, organisasi kenegaraan, dan seluruh prilaku sosial. Oleh karena itu sangat sulit untuk meneliti suatu sistem sosial atau kelompok sosial tanpa mempelajari sistem simbol suatu kelompok masyarakat. Selain itu, untuk menangkap makna dari perlu memahami dan mengetahui lebih dahulu cara menafsir simbol-simbol yang dipergunakan oleh masyarakat itu.
Dalam pemahaman Derida, seperti yang dikutip oleh Prof. Noeng Muhadjir, bahwa logo atau tanda dipakai sebagai dasar telaah semiotik, dalam pandangan logosentrisme tanda itu tidak dapat lepas dari konteksnya. Lebih jauh Derida mengatakan bahwa tanda satu merajut dengan tanda lain, maka muncullah teks/haskah. Oleh karena itu teks itu tidak pernah terisolasi dalam arti selalu berkait-kelindan dengan teks lain. Studi teks tidak lebih dari pemikiran tentang teks itu sendiri, pemahamannya terajut dalam teks dan dapat diuji pada pemahaman yang terajut dalam intertekstualitas.[6]



C.    Pengertian
Proses penelitian merupakan  kegiatan yang panjang, dan merupakan usaha pendalaman ilmu pengetahuan. Kegiatan penelitian secara umum dilakukan bermula berangkat dari suatu ilmu pengetahuan yang sudah ada. Di dalam mendapatkan masalah penelitian, seorang peneliti dituntut melakuak kegiatan mencari dan menemukan masalah penelitian yang diyakini bahwa apa yang akan diteliti merupakan masalah yang “up to date” bukan masalah yang “out of date” atau masalah tersebut belum perbah diteliti atau dipecahkan oleh peneliti lain (duplikasi dalam penelitian).[7]
Untuk memperoleh berbagai teori, konsep, variable, hubungan variable serta data-data sekunder sebagai langkah awal kegiatan penelitian, hanya akan diperoleh melalui usaha atau kegiatan membaca, mencermati, mengenali, dan membehas bahan bacaan (pustaka). Bahan pustaka merupakan sumber dan “gudang” ilmu pengetahun baik berupa teori, konsep, variable, hubungan variable maupun kenyataan hasil penelitian yang sudah ddilakukan peneliti lainnya.[8]
Kegiatan membaca, mencermati, mengenali, dan mengurai hingga menganalisa bahan bacaan (pustaka/teks), inilah yang disebut dengan studi teks/pustaka. Dengan demikia peneliti memang harus “akrab” dengan bahan bacaan agar diperoleh bahan referensi pelaksanaan penelitian secara lengkap.[9]
Secara tegas pula Mestika Zed berargumen, bahwa riset pustaka tidak hannya sekedar urusan membaca dan mencatat literatur atau buku-buku sebagaimana yang sering dipahami banyak orang selama ini. apa yang disebut dengan riset pustaka atau teks ini ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Jadi tema pembahasan kita saat ini bukan bermaksud untuk mengajarkan bagaimana seorang menjadi ahli perpustakaan, melainkan untuk memperkenalkan penelitian kepustakaan (literatur) secara garis besar.[10]    

D.    Tujuan dan Manfaat Pentingnya Studi Teks/Pustaka
Dari uraian tentang penertian studi teks/pustaka, jelaslah bahwa tujuan studi pustaka adalah usaha mencermati (anlisa), mengenali dan membahas rencana penelitian secara teoritik, konseptual dan menemukan berbagai variable penelitian dengan hubungannya, serta hasil-hasil penelitian terdahulu. Kesemuanya ini merupakan bahan yang sangat penting sebagai persiapan untuk melakukan kegiatan penelitian. Bahan bacaan ini sebagai referensi yang merupakan landasan yang kokoh dalam melakukan suatu kegiatan penelitian.[11]  
Menurut Mestika Zed, setidaknya ada tiga alasan mengapa para peneliti ingin membatasi penelitiannya pada studi pustaka/teks :
Pertama, karena persoalan penelitian tersebut hanya bisa dijawab lewat penelitian teks/pustaka dan sebaliknya tidak mungkin mengaharapkan datanya dari riset lapangan. Studi sejarah umumnya, termasuk sejarah kedokteran, sejarah sensus, sejarah pemikiran, atau sejarah ekonomi, tidak bisa lain kecuali dengan mengandalkan riset pustaka. Namun begitu, sejumlah disiplin tetentu seperti studi Islam atau sastra adakalanya juga berurusan dengan riset pustaka.[12]
Kedua, studi pustaka/teks diperlukan sebagai salah satu tahap tersendiri, yaitu studi pendahuluan (prelimanry research) untuk memahami lebih dalam gejala baru yang tengah berkembang di lapangan atau dalam masyarakat. Ahli kedokteran, atau biologi, misalnya, terpeksa melakukan riset teks/pustaka untuk mengetahui sifat dan jenis-jenis virus atau bakteri penyakit yang belum dikenal baru-baru ini, misalnya SARS (servere acute respiratory syndrome) contih lainnya adalah tergugahnya pakar agama untuk kembali membuka literatur untuk mencari jawaban yang lebih tegas tentang sikap Islam terhadap perang dan kedamaian di saat berkecamjuknya perang di negeri-negeri Islam dewasa ini. para pakar Islam juga terdorong memmpelajari kembali gejala ideology dalam agama Islam di masa lalu pada saat maraknya aliran-aliran Islam “sampelan” dewasa ini.[13] 
Ketiga, data pustaka tetap andal untuk menjawab persoalan ppenelitiannya. Bukankah perpustakaan merupakan “tambang emas” yang sangat kaya untuk riset ilmiyah! Lagi pula, informasi atau data empirik yang telah dikumpulkan orang lain, baik berupa laporan hasil penelitian, atau laporan-laporan resmi, buku-buku yang tersimpan di perpustakaan tetap dapat digunakan oleh periset kepustakaan. Dalam kasus tertentu data lapangan diperkirakan tidak cukup signifikan untuk menjawab pertanyaan peneliti yang akan dilakukan.[14]   

Selain alasan-alasan tersebut di atas, para peneliti dengan cara studi teks / pustaka ini – menurut Suharsimi Arikunto – juga akan memperoleh beberapa manfaat secara konstruktif, antara lain :
  1. Peneliti akan mengetahui dengan pasti apakah permasalahan yang dipilih untuk diupecahkan melalui penelitian betul-betul belum pernah diteliti oleh orang yang terdahulu. Agar ada semacam antisipatif , apa yang ia lakukan bukan sekedar meneliti tanpa arti. 
  2. Dengan mengadakan kajian literatur, peneliti dapat mengetahi masalah-masalah lain yang mungkin ternyata lebih menarik dibandingkan dengan masalah yang telah dipilih terdahulu.
  3. Dengan mengetahui banyak hal yang tercantum di dalam literatur (dan ini merupakan yang terpenting bagi pelaksanaan penelitiannya), peneliti akan dapat lancer dalam menyelesaikan pekerjaannya. Dalam tonggak-tonggak tertentu dari langkahnya meneliti, peneliti memang diharuskan untuk mengacu pada pengetahuan, dalil, konsep, atau ketentuan yang sudah ada.
  4. Sehubungan dengan manfaat nomor 3, yakni keharusan peneliti mengacu pada pengetahuan, dalil, konsep, atau ketentuan yang sudah ada, maka kedudukan peneliti sebagai ilmuan menjadi mantap, kokoh, tegar, karena dalam kegiatannya tersebutia telah bekerja dengan baik, telah menggunakan aturan-aturan akademik yang berlaku. Karena menurut Arikunto sendiri, penelitian merupakan kegiatan akademik. Peneliti adalah ilmuan, jadi harus bersifat terbuka dan bertanggung jawab atas apa yang di lakukan.[15]  

E.     Ciri-Ciri Utama Studi Teks/Kepustakaan
Setidaknya ada empat cirri utama penelitian pustaka/teks yang perlu diperhatikan oleh mahasiiswa atau calon peneliti dan keempat cirri itu akan mempengaruhi sifat dan cara kerja penelitian. Cirri-ciri tersebut antara lain :
  1. Peneliti berhadapan langsung dengan teks (nash) atau data angka dan bukan dengan pengetahuan lansung dari lapangan atau saksi mata (eyewitness) berupa kejadian, orang atau benda-benda lainnya. Teks memiliki sifat-sifatnya sendiri dan memerlukan pendekatan tersendiri pula. Kritik teks merupakan metode yang bisasa dikembangkan dalam studi filologi, sedang ilmu sejarah mengenal ‘metode kritik sumber’ sebagai metode dasarnya. Demikian juga studi ilmu Hadist juga memiliki semacam metode kritik teks yang khas sebagaimana yang bisa dipelajari dalam musthla al-hadis. Jadi perpustakaan adalah laboratorium studi teks/pustaka dank arena itu membaca teks (buku atau artikel, dokumen, dll) menjadi bagian yang fundamental dalam penelitian kepstakaan (studi teks)
  2. Data pustaka bersifat ‘siap pakai’ (ready made). Artinya peneliti tidak ‘pergi kemana-mana’, kecuali hanya berhadapan langsung dengan bahan sumber yang sudah tersedia di perpustakaan. Ibarat belajar sepeda, kita tidak perlu membaca buku tentang bagaimana teori naik sepeda, begitu pula halnya dengan riset pustaka/teks, untuk melakukannya kita tidak perlu menguasai ilmu perpustakaan secara matang. Satu-satunya cara untuk belajar menggunakan perpustakaan dengan tepat ialah langsung saja menggunakannya. Meskipun demikian, tentu masih perlu mengenal seluk-beluk studi perpustakkaan untjuk kepentingan penelitian atau untuk kepenntingan membuat makalah.     
  3. Data pustaka umumnya adalah sumber sekunder, dalam artian bahwa peneliti memperoleh bahan dari tanga kedua dan budan data orisinil dari tangan pertama di lapangan. Sumber pustaka sedikit banyak mengandung bias (prasangka) atau titik pandang orang yang membuatnya. Namun demikian, data pustaka, sampai tingkat tertentu, terutama dari sudut metode sejarah, juga bisa berarti sumber primer, sejauh ia ditulis oleh tanga pertama atau oleh pelaku sejarah itu sendiri.
  4. Kondisi data pustaka tidak dibatasi oleh ruang dan waktu. Peneliti berhadapan dengan informasi statik, tetap. Artinya kapanpun ia dating dan pergi, data tersebut tidak akan pernah berubah karena ia sudah merupakan data “mati” yang tersimpan dalam rekaman tertulis. Karena alasan itu pula, maka peneliti yang menggunakan bahan kepustakaan memerlukan pengetahuan teknis yang memadai tentang system informasi dan teknik-teknik penelusuran data pustaka secukupnya.[16]

F.     Pra-Persiapan Penelitian Dalam Melakukan Kajian Pustaka/Teks
Sesuai dengan komponen-komponen yang ada dalam proposal penelitian, maka penelaahan bahan pustaka dilakukan secara berturut-turut adalah pada :
1.      Pemilihan permasalahan dan judul penelitian,
2.      Menyusun pendahuluan (yang meliputi latar belakang penelitian atau alasan mengapa penelitian ini dilaksanakan, merumuskan problematika, tujuan dan hipotesis penelitian manfaat yang diperkirakan akan diperoleh dari kegiatan penelitian)
3.      Metode penelitian (meliputi penentuan populasi, teknik sampling untuk menentukan sample, pemilihan instrument pengumpulan data dan pemilihan jenis teknik analisis data).[17]

G.    Cara-Cara Mengkaji Bahan Pustaka (Teks/Literatur)
Agar uraian tentang cara mengkaji bahan pustaka ini dapat urut dan mudah dipahami, terlebih dahulu dikemukakan berbagai jenis sumber bahan pustaka, cara-cara mengkaji dan mengumpulkan hasil kajian, disusul dengan cara menuangkannya dalam tulisan.
1.      Sumber-Sumber Bahan Bacaan
Bahan bacaan (pustaka) yang dapat dipergunakan sebagai acuan dalam kegiatan penelitian dapat dikelompokan bahan bahan bacaan yang tertulis dan bahan bacaan yang tidak tetulis. Bahan bacaan yang tertulis adalah bahan bacaan yang yang berwujud vetakan dan diterbitkan atau paling tidak didokumentasikan. Bahan bacaan yang tertulis merupakan salah satu sumber bahan bacaan yang dapat dimanfaatkan dalam kegiatan awal penelitian. Sumber bahan bacaan secara tertulis dapat diberikan contoh sebagai berikut:
a.      Buku teks (text-book)
b.      Buku Jurnal (hasil penemuan/ penelitian baru)
c.       Majalah-majalah
d.      Surat kabar
e.       Ensiklopedia
f.       Kamus (bahasa, manajemen, istilah, ekonomi, dll)
g.      Data-data statistik atau Yaerbook
h.      Buku laporan hasil penelitian
i.        Prospectus / leaflet[18]
j.        Buku laporan tahunan dan karya lainnya yang ditulis/ dicetak.
k.      Bulleti, dll. [19]

Sedangkan bahan bacaan yang tidak tertulis adalah bahan sebagai referensi yang dapat dipergunakan sebagai pengkayahan bahan penelitian yang akan dilaksanakan. Peneliti dapat menggunakan sumber bahan penelitian yang tidak tertulis ini dengan contoh misalnya: rekaman suara (kaset), foto-foto, slide, film, peninggalan-peninggalan purbakala, dongeng-dongeng orang tua, kesenian dan lain sebagainya.
Perkembangan era telekomunikasi dan informasi dewwasa ini referensi atau bahan bacaan penunjang kegiatan ilmiyah dan penelitian dapat menggunakan sarana teknologi telekomunikasi dan informasi. Teknologi komputer misalnya menggunakan CD-Room, fasilitas Internet, televisi, dll. Dengan demikian sumber bacaan dan referensi dewasa ini hampir-hampir tidak terbatas.[20]   

2.      Cara-cara mengkaji dan mengumpulkan hasil kajian.
Setelah kita mengatahui sumber-sumber bahan bacaan, kita pun perlu mengatahui langkah-langkah mengkaji dan mengumpulkan hasil kajian, dua hal yang kami rangkumkan adalah membaca dan mencatat, serta mengenal perpustakaan.

a.      Membaca dan Mencatat
Membaca dan mencatat adalah bagian terpenting dalam kajian teks/pustaka. Membaca adalah melakukan kegiatan studi pustaka yang mempunyai fungsi dan kegunaan memperoleh ilmu pengetahuan dan metodologi serta data-data yang relevan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan.[21]   
Membaca dalam arti sekedarnya saja tentu mudah dilakukan, namun membbaca untuk memperoleh dalil, konsep, variable, hasil-hasil penelitian dan lain sebagainya yang dibutuhkan dalam membuat rencana penelitian tentu tidak mudah seperti yang dibayangkan. Untuk memudahkan kegiatan membaca yang “berhasil guna”, Supardi memberikan petunjuk sebagai berikut:
ü  Bacalah secara sepintas dari keseluruhan sumber pustaka yang telah ditentukan.
ü  Ulangi secara mendalam untuk masing-masing bab yang terdapat pada sumber pustaka yang dibaca dan segera buatlah kutipan informasi dan data yang kiranya diperoleh yang relevan dengan yang dibutuhkan untuk rencana penelitian yang akan disusun.
ü  Kemudian buatlah kutipan sebagai hasil kegiatan membaca dengan mencatat apa yang akan diambil atau dikutip.[22]

Dalam menyusun kutipan – Supardi juga mengutib tulisan Moh. Nazir– dapat melakukannya dalam berbagai bentuk yang diantaranya adalah sebagai berikut:
ü  Quotasi, adalah mengutib secara langsung tanpa mengubah satu katapun dari kata-kata pengarang. Dalam hal ini harus digunakan dua tanda kutib.
ü  Paraphrase, adalah mengutib seluruh isi bacaan dengan menggunakan kata-kata si peniliti atau si pembaca sendiri.
ü  Summary atau Ikhtisar, adalah mencatat sinopsis atau kependekan dari keseluruhan pemikiran yang ada dalam bacaan dengan menggunakan kata-kata sendiri.
ü  Precis (baca:praisi), adalah kependekan isi yang lebih padat dari summary, dengan memilih secara hati-hati materi yang akan dipendekkan dengan menggunakan kata-kata sendiri yang tidak lari dari rencanna orisinal artikel.[23]  
Agar hasil mebaca dapat didokumentasikan, maka kutipan yang disusun tadi perlu dilakukan pencatatan secara sistematis dan praktis. Mencatat hasil bacaan diseyogyakan menggunakan model kartu. Buatlah kartu ukuran (misalnya) 7,5 X 12,5 cm atau lebih kecil/besar (sesuai dengan tingkat kepraktisan masing-masing) dari kertas manila atau linen baik berwarna putih maupun berwarna-warni.[24] Walaupun hal ini tergantung pada selera, namun bagian-bagian terpenting harus dituliskan, antara lain :
·         Nama variable
·         Nama pengarang atau pencetus ide tentang pokok masalah
·         Nama sumber dimana dimuat penjelasan tentang variable atau pokok masalah
·         Tahun yang menunjukan pada waktu sumber tersebut dibuat atau diterbitkan
·         Nama instansi (lembaga, unit, penerbit, dan sebagainya) yang bertanggung jawab atas penulisan atau penerbitan suber kajian.
·         Nama kota tenpat penulisan atau penerbitan sumber kajian.
·         Isi penjelasan tentang variabel atau pokok masalah.[25]


Contoh pengutipan bacaan pada kartu kutipan bibliografi[26]
Pengamatan Kelas

Dalam menentukan variabel yang diamati dan menyusun instrumen pengamatan ini, peneliti harus ingat : semakin banyak objek yang diamati, pengamatan semakin sulit, dan hasilnya semakin tidak teliti.

Suharsimi Arikunto, 1987, “Prosedur Penelitian”, suatu pendekatan praktik, Bina Aksara, Jakarta, hlm. 130
 
 








Yang tertera pada kartu bibliografi di atas adalah kutipan tentang variable “Pengamatan Kelas”. Dan sebagai pendukung atau pelengkap kitipan kita bisa memilioki satu atau dua kartu bahkan lebih tentang maslah yang sama, menurut Arikunto diusahakan  yang sama warnanya, tetulis kutipan mengenai masalah tersebut.[27]

b.      Mengenal Perpustakaan (Library)
Sumber bacaan (teks/pustaka), sebagian besar akan diketemukan di perpustakaan. Perpustakaan secara umum dapat diartikan sebagai tempat pengelolahan bahan-bahan bacaan yang dilembagakan dan dikelola secara professional. Namun bukan berarti sumber bacaan hanya ditemukan di perpustakaan perguruan tinggi, lembaga penelitian dan instansi lainnya. Akkan tetapi pustaka lebih luas dapat juga diperoleh dari perpustakaan pribadi, took buku, museum dan sebagainya.[28] 
Seorang peneliti juga sedikit banyak harus mengenal seluk beluk tentang perpustakaan. Mengenal perpustakaan berarti akan mengenal tentang sistem pelayannan dan catalog. Sistem pelayanan. sistem pelayanan perpustakaan pada umumnya dibagi menjadi dua macam sistem yaitu, sistem terbuka (self servicce) dan sistem tertutup.
Sistem terbuka adalah system pelayanan yang para peminat baca dapat langsung menunjuk tempat penyimpan dan penyediaan buku atau bahan yang diperlukan. Sedangkan sistem tetutup adalah pelayanan perpustakaan dimana para peminat baca tidak dapat secara langsung melihat, memilih dan mengambil bahan bacaan yang diperlukan.[29]
Dari kedua sistem tersebut paling tidak pembaca/peminjam buku harus mengenal sistem katalog yang diatur oleh perpustakaan tersebut. Pada dasaranya katalog merupakan kartu-kartu daftar koleksi bacaan yang dapat disediakan oleh perpustakaan tetentu. Kartu katalog biasanya memberi informasi tentang nama penulis, judul,  edisi (kalau ada), nama penerbit, tahun penerbitan, maupun data-data dari bahan bacaan tersebut lainnya.[30] 
Dewasa ini katalogisasi perpustakaan pada institusi yang mampu telah dilaksanakna dengan berbasis komputerisasi catalog perpustakaan. Sehingga secara cepat dan akurat pengunjung memperoleh referensi yang sesuai keinginan.

3.      Cara menuangkan dalam tulisan
Secara sederhana studi teks (kajian pustaka) sebenarnya menekankan pada pemahaman seseorang (peneliti) terhadap sebuah makna teks. Jika demikian maka apa pun pemahaman seseorang terhadap teks merupakan hak dari setiap individu sesuai dengan perspektif dan kepentingannya sendiri-sendiri, tanpa harus terikat dari pemikiran dan kemauan penggagasnya. Agar dapat mengungkap makna dengan benar maka disini seorang peneliti perlu membedakan beberapa komponen yang penting dalam proses pemaknaan teks yakni; 1) terjemah atau translation, 2) tafsir atau interpretasi 3) ekstrapolasi, dan 4) pemaknaan atau meaning.[31]
Terjemah merupakan upaya mengemukakan materi atau substansi yang sama dengan media yang berbeda, media tersebut mungkin berupa bahasa yang satu ke bahasa yang lain, dari verbal gambar dan sebagainya. Sementara penafsiran tetap berpegang pada materi yang ada, dicari latar belakangnya, konteksnya agar dapat pemahaman yang lebih jelas. Ekstrapolasi  lebih menekankan pada kemampuan daya pikir manusia untuk menangkap hal dibalik yang ada. Sementara memberikan makna adalah hal yang lebih dalam dari tafsir, dan mempunyai kesejajaran dengan ekstrapolasi. Pemaknaan lebih menuntut kemampuan integratif manusia seperti indrawi, daya pikir, dan akal dan budinya. Materi yang disajikan, seperti juga ekstrapolasi[32] dilihat tidak lebih dari tanda-tanda atau indikator bagi sesuatu yang lebih jauh.[33]  

Uraian menganai bagaimana cara menuliskan hasil kajian pustaka (studi teks) dalam bagian ini, Arikunto membagi ke dalam dua pokok bahasan yaitu:
a.      Cara menuangkan hasil kajian di dalam isi bahasan dalam bentuk narasi.
Tidak jarang kita jumpai didalam proposal  penelitian, tumpukan buah pikiran orang-orang penting, uraian tenttang kebijakan, laporan hasil penelitian dan lain-lain yang merupakan hasil kajian seorang peneliti, tanpa ditambah sedikitpun dengan ulasan atau kesimpulan peneliti tentang isi hasil kajian tersebut. Dengan sendirinya cara menuangkan hasil kajian seperti itu bukan sesuatu  yang dikehendaki bagi penyajian hasil karya seperti tulisan yang berkenaan dengan  kegiatan penelitian.[34]
Secara tegas (pada prinsip akademik. Pen.) Arikunto mengatakan bahwa ada peneliti yang dapat dikategorikan sebagai “ilmuan yang ketinggalan zaman !”, mereka itulah peneliti yang kurang antisipatif, sehingga permasalahan yang diteliti sudah pernah menjadi topik penelitian yang lain bahkan mungkin sudah menjadi laporan jurnal atau bahkan telah menjadi pembendaharaan ilmu pengetahuan yang belm diketahui oleh peneliti.[35] Disinilah tampak lagi pentingnya membaca dan menelaah sumber bahan pustaka agar dia mengetahui secara terus-menerus (sekali dan sekali lagi).[36]
Bagian dari proposal yang lengkap, yaitu proposal untuk penyusunan tesis mahasiswa S2 dan disertasi untuk calon doctor yang juga memerlukan hasil kajian pustaka/teks sebagai dukungan teori yang dikenal dengan “kerangka teori” dan “kerangka berfikir”. Kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hhal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau pokok masalah yang ada dalam penelitiannya. Sedangkan kerangka berfikir adalah bagian teori dari penelitian yang menjelaskan tentang alasan atau argumentasi bagi rumusan hipotesis. Kerangka berfikir merumuskan alur berfikir peneliti dan memberikan penjelasan kepada orang lain mengapa dia mempunyai anggapan seperti yang diutarakan dalam hipotesis. Hal ini tentu penulisannya berdasarkan pendapat para ahli yang mendahuluinya.[37]    
Menuangkan hasil kajian di dalam sebuah narasi bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Di dalam buku-buku penelitian banyak disebutykan bahwa menuangkan hasil kajian dapat dilakukan denmgan dua cara yaitu, kutipan langsung dan kutipan tidak langsung
1)      Kutipan lansung, yaitu apabila peneliti dalam menuangkan hasil kajian memindahkan hasil karya orang lain masih dalam bentuk asli, baik utuh maupun sebagian.
2)      Kajian tidak langsung, yaitu apabila di dalam menuangkan hasil kajian peneliti telah menuangkan dalam bentuk intisari, makna pengertian atau  meramunya dengan hasil-hasil karya yang lain. Di dalam kutipan tidak langsung pembaca agak sukar melihat wujud asli hasil karya dari pencetus ide, tetapi masih dapat memahami isi pengertian atau konsepnya.[38]   

b.      Cara mempertanggungjawabkan pengambilan hasil kajian atau kutiban bagi orang lain maupun bagi penulis (pencetus ide)
Di dalam penelitian karya ilmiyah, baik penulisan karya tulis maupun penelitian, siapapun boleh mengutib, menuliskan kembali ataupun mengulas pendapat, pikiran atau hasil penelitian orang lain. Hanya yang perlu diingat oleh para ilmuwan adalah bahwa mereka tidak mengaku apa yang diambil tersebut sebagai haknya sendiri. mereka harus secar jujur mmengemukakan kepada pembacanya bahwa apa yang dituliskan tersebut diambil dari orang lain. Jikka aturan tata tertib yang ada sudah diikuti, maka mereka tidak dikatakan sebagai plagiat.[39]
Cara peneliti mempertanggungjawabkan penguutipan itu dilakukan dua kali, yaitu pada halama dimana terdapat kutipan tersebut dan pada daftar kepustakkaan. Secara detil, pertanggungjawaban pengutipan hasil karya orang lain pada tempat kutipan berada dapat dilakukan dengan bermacam cara :
1)      Menuliskan sumber kajian sebelum peneliti mengemukakan kutipannya
2)      Menuliskan ssumber kajian sesudah peneliti mengemukakan beberapa kutipan yang berasal dari beberapa orang sehingga peneliti menyebutkan nama-nama ahli tersebut sekaligus berderet-deret (dengan tahun penerbitan buku dalam kurung).
3)      Menuliskan sumber kajian sesudah penneliti mengemukakan satu demi satu pendapat seseorang yang langsung diikuti oleh ahlinya.
4)      Menuliskan nama ahli dan sumbernya secara lengkap di bawah semua teks dalam bentuk catatan kaki (footnote).[40]   

H.    Penutup/Kesimpulan
“I have always imagined that paradise will be a kind of library”
(Jorge Luis Borge)
Kalimat yang cukup inspiratif ini di pampang tegas oleh Mestika Zed pada halaman 1 sebelum ia mulai menulis awal paragrafnya pada buku karangannya yang secara spesifik mengulas tentang “metode penelitian kepustakaan”[41] itu. Sekilas seolah kita diajak mengembangakan ilmu pengetahuan dengan lebih banyak membaca, membaca dan membaca. Dari sikap inilah, baru kita bisa menampakkan potensi dalam upaya memberi sumbangsih pada kemajuan ilmu pengetahuan, sadar atau tidak sadar kita telah menikmati karya-karya ilmiyah yang dirajut dari hasil membaca. Dan tempat paling indah dan nyaman (paradise) untuk menemukan bahan kajian pustaka/teks-teks, secara umum adalah di perpustakaan, apapun bentuknya, pribadi ataupun umum. Sehingga bisa dikatakan secara “pendek”, tidak ada karya ilmiyah yang “bermutu” tanpa bacaan yang “bermutu” pula.
Jika benar bahwa perpustakaan adalah “gudang ilmu” pengetahuan, yang terdiri dari  timbunan bahan bacaan Dalam belantara kata-kata (teks-teks) tertulis yang hampir tak terbatas jumlahnya, maka tugas peneliti kajian pustaka/teks ‘nyaris’ seperti mencari jarum jahit dalam jerami. Namun untunglah berkat bantuan alat metodologis (sistem kartu, komputerisasi dan media baca lainnya), pekerjaan kepustakkaan tidak hanya menyenangkan, tetapi juga bukan mustahil bisa mengasilkan sesuatu yang besar. Selamat mencoba !
Teoritis tentang studi pustaka/teks ini dapat kita simpulkan “sendiri” dengan membaca/mendiskusikan kembali makalah ini dari awal secara seksama. [ft-R-dw]
***
DAFTAR PUSTAKA

An-Na’im, Abdullah Ahmed, 2004, Dekonstruksi Syari’ah: Wacana Hubungan Sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hubungan Internasional dalam Islam terj. Ahmad Sauedy dan Amirudin ar-Rany (Yogyakarta: LKiS)
Arikunto, Suharsimi, 2003, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta)
Kasiyanto, 2005, Analisis Wacana dan teoritis Penafsiran Teks, dalam Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, ed. Burhan Bungin (Jakarta: Rajagrafindo Persada)
Muhadjir, Noeng, 2007, Metodologi Keilmuan: Paradigma Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, edisi v (Yogyakarta: Rake Sarasin)
Nazir, Moh., 2005, Metode Penelitian, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia)
Supardi, 2005, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Press)
Zed, Mestika, 2008, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia)



    



[1] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008), hlm. 1-2
[2] Interpretasi : Pemberian kesan, pendapat, atau pandangan teoretis terhadap sesuatu (penafsiran), lihat di KBBI (software) v1.1
[3] Secara sederhana dekonstruksi dapat dipahami sebagai sebuah tanda baca yang sangat intoleran terhadap pembekuan dan pemakuan teks. Oleh karena itu pembacaan dekonstruktif selalu mengejutkan bahkan sering kali menjadi subversif, hal ini disebabkan karena pembacaan dekonstruktif membongkar dan menembus kedalam teks untuk menampilkan watak arbiter (orang yang disepakati oleh dua belah pihak yang bersengketa untuk memberikan keputusan yg akan ditaati oleh kedua belah pihak) dan ambigunya yang sering “terkubur” oleh kepentingan penulis ataupun pengucap teks itu. Lihat dalam, Abdullah Ahmed An-Na’im, Dekonstruksi Syari’ah: Wacana Hubungan Sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hubungan Internasional dalam Islam terj. Ahmad Sauedy dan Amirudin ar-Rany (Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. vii.
[4] Kasiyanto, Analisis Wacana dan teoritis Penafsiran Teks, dalam Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan Model Aplikasi, ed. Burhan Bungin (Jakarta: Rajagrafindo Persad, 2005), hlm.148.
[5] Ibid. hlm. 150.
[6] Intertekstualitas adalah telaah yang dilakukan terhadap satu teks dengan teks lainnya. Lihat, Noeng Muhadjir, Metodologi Keilmuan: Paradigma Kualitatif, Kuantitatif dan Mixed, edisi v (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007), hlm. 411.
[7] Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 61
[8] Ibid. hlm. 62
[9] Ibid.
[10] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, … hlm. 3
[11] Ibid.
[12] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, … hlm. 2
[13] Ibid. hlm. 2-3
[14] Ibid. hlm. 3
[15] Lengkapnya lihat dalam Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 76-77
[16] Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, … hlm. 4-5
[17] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 77-78
[18] Karangan kecil yang sifatnya ilmiyah praktis. Diterbitkan oleh lembaga-lembaga Negara atau swasta, dengan interval yang tidak tetap, lihat Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 106 
[19] Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis,…hlm. 64
[20] Ibid. Hlm. 65
[21] Ibid.
[22] Ibid. Hlm. 66
[23] Ibid.
[24] Ibid.
[25] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 89
[26] Ibid. Hlm. 90. lihat juga contoh lainnya dalam Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis,…hlm. 67,  Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor Selatan: Ghalia Indonesia, 2005), hlm 104-105 
[27] Ibid. Hlm. 90
[28] Supardi, Metode Penelitian Ekonomi dan Bisnis,…hlm. 67
[29] Ibid. Hlm. 68
[30] Ibid.
[31] Kasiyanto, Analisis Wacana dan teoritis Penafsiran Teks, dalam Analisis Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan Metodologis ke Arah Penguasaan…, hlm. 160.
[32] Ekstrapolasi : Perluasan data di luar data yang tersedia, tetapi tetap mengikuti pola kecenderungan data yang tersedia itu, lihat. KBBI (software) v1.1
[33] Kasiyanto, Analisis Wacana... hlm. 161.
[34] Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 92
[35] Ibid.
[36] Ibid. Hlm. 92-93
[37] Ibid. Hlm. 99
[38] Ibid. Hlm 100
[39] Ibid. Hlm. 104-105.  Plagiat : Pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan (pendapat dsb) sendiri. lihat di KBBI (software) v1.1
[40] Ibid. Hlm 105
[41] Temukan ulasan lengkapnya tema ini hingga bab akhir buku Bapak Mestika Zed (94 halaman), makalah ini baru membahas bab I saja.  

8 komentar: