Kamis, 05 Januari 2012

Metodologi Penelitian

KUALITATIF DAN KUANTITATIF
(Kajian Elaborasi Mixed Methode dalam penelitian karya ilmiah)
Oleh : M. Alfithrah Arufa.


A.            Pendahuluan

Dalam karya ilmiah, penelitian merupakan hal yang sangat urgen, sebagai bentuk dari penemuan, pembuktian, dan pengembangan keilmuan itu, sebuah karya ilmiah harus sesuai dengan cara-cara ulmiah pula agar tercapai segala aspek rasional, empiris, dan sistematisnya. Dari situlah sebuah hasil penelitian akan dikatakan ilmiah, selain itu karya ilmiah juga dapat memahamkan, memecahkan masalah, dan mampu mengantisipasi masalah yang akan terjadi kembali.[1]    
Kualitatif dan Kuantitatif, dua istilah ini merupakan dua jenis penelitian yang sudah umum dikenal, masing-masing memiliki karakteristik dan filosofis tersendiri sebagai dasarnya. Selain itu, secara tradisional terdapat jurang antara penelittian kualitatif dan kuantitatif, dimana masing-masing memiliki paradigma yang sedikit berbeda. Perbedaan antara kedua paradigma itu berkait dengan tingkat pembentukan pengetahuan dan proses penelitian ; tingkat epistemology yang cukup tipis, tingkat teori tengahan, serta tingkat metode dan teknik-teknik. Diasumsikan ada keterkaitan antara epistemology, teori, dan metode.
Metode, kata ini berasal dari bahasa Yunani yakni methodos yang dimaksud adalah cara atau menuju suatu jalan. Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis) untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya.[2]
Penggabungan dua metode yang berbeda dalam sebuah rangkaian penelitian memunculkan persoalan gerak antara paradigma-paradigmapada tingkat epistemology dan teori. Apakah gerakan semacam itu terjadi atau tidak, proses penggabungan metode akkan menyorot pentingnya memilih metode yang tepat untuk pertanyaan-pertanyaan dari teori penelitian.
Saat ini seorang peneliti dituntut untuk memahami, bahkan akan lebih baik bila mampu meggunakan metode kuantitatif dan kualitatif. Menurut dua penulis acuan kami, Tashakkori dan Taddlie, mereka beranggapan bahwa perlu adanya perluasan “jembatan” filosofis dan metodologi yang sedang dalam proses pembangunan antara tradisi KUAL dan KUAN bahwa percampuran pendekatan KUAL dan KUAN dalam penelitian tidak hanya mungkin tetapi juga bermanfaat di banyak ragam latarsituasi penelitian. Metode campuran (Mixed method) selalu lebih efisien dalam menjawab pertanyaan penelitian daripada hanya pendekatan KUAN atau KUAL.[3]
  
B.            Ragam Pendekan Dalam Penelitian
Emzir mengemukakan ada tiga jenis pendekatan dalam penelitian sebagai berikut:[4]
1.      Pendekatan Kuantitatif
Suatu pendekatan penelitian yang secara primer menggunakan paradigma postpositivist (seperti pemikiran tentang sebab akibat, reduksi kepada variabel, hipotesis dan pertanyaan spesifik, menggunakan pengukuran dan observasi, serta pengujian teori) dalam mengembangkan ilmu pengetahuan, menggunakan strategi seperti eksperimen dan survei yang memerlukan data statistika.
Dalam pendekatan ini ada beberapa bentuk penelitian yakni pertama, penelitian Korelasional / survei adalah suatu pendekatan umum untuk penelitian yang berfokus pada penaksiran pada kovariasi di antara variabel yang muncul secara alami. Tujuannya adalah untuk mengindentifikasi hubungan prediktif dengan menggunakan teknik korelasi atau teknik statistika yang lebih canggih. Kedua penelitian Eksperimental (eksperimen) adalah situasi penelitian yang sekurang-kurangnya satu variabel bebas yang disebut sebagai variabel eksperimental, sengaja dimanipulasi oleh peneliti Wiersma dalam Emzir
Ketiga, Kausal komparatif (ex post facto) merupakan penyelidikan empiris yang sistematis di mana ilmuwan tidak mengendalikan variabel bebas secara langsung karena eksistensi dari variabel tersebut telah terjadi
2.      Pendekatan Kualitatif
Pendekatan yang secara primer menggunakan paradigm pengetahuan berdasarkan pandangan konstruktivist (pengalaman individu atau pandangan advokasi. Ada tiga strategi yang digunakan dalam pendekatan ini yakni: pertama, penelitian entografi adalah suatu bentuk penelitian yang berfokus pada makna sosiologis melalui observasi lapangan tertutup dari fenomena sosiokultural. Kedua, penelitian grounded theory (teori dasar) adalah teori umum dari metode ilmiah yang berurusan dengan generalisasi, elaborasi, dan validasi dari teori ilmu sosial. Ketiga, penelitian tindakan (action research) adalah suatu penelitian informal, kualitatif, formatif, subjektif, interpretif, reflektif dan suatu model penelitian pengalaman, di mana semua individu diibaratkan dalam studi sebagai peserta yang mengetahui dan menyokong.
3.      Pendekatan mixed methods (metode gabungan)
Pendekatan didasarkan pada paradigm pengetahuan pragmatik (seperti orientasi konsekuensi, orientasi masalah dan pluralistik). Pendekatan ini menggunakan penelitian yang melibatkan pengumpulan data baik secara simultan maupun sequensial untuk memahami penelitian sebaik-baiknya.
           
C.            Landasan Paradigma Kualitatif dan Kuantitatif (Historisitas)

Dalam  bukunya  (Husein  Umar:  2007)  dikatakan  bahwa  Seringkali  kedua  istilah  ini disajikan  seakan-akan  saling  berlawanan  padahal  berbeda  satu  sama  lain,  tetapi  rancangan riset   keduanya,   yaitu   saling   melengkapi   penelitian   kualitatif   umumnya   sulit   diberi pembenaran  secara  matematik,  ia  lebih  kepada  penyampaian  perasaan  atau  wawasan  yang datanya diambil berdasarkan sampel. Walaupun demikian, riset kualitatif bisa menyediakan informasi penting yang kemudian bisa dijelajahi lebih lanjut melalui riset kuantitatif.[5]
Riset kualitatif menggunakan data yang bukan dalam bentuk skala rasio, tetapi dalam bentuk   skala yang   lebih   rendah   yaitu   skala   nominal,   ordinal   ataupun   interval   yang kesemuanya dapat dikategorikan, sehingga jelas apa yang akan disamakan dan dibedakan dari apa  yang  diperbandingkan  dalam  rangka  menjawab  permasalahan  yang  telah  dirumuskan dalam riset, karena memang inilah bagian terpenting dari riset jenis ini. Penelitian kuantitatif lebih   berdasarkan   pada   dan   apa   yang   dapat   dihitung   untuk   menghasilkan   penaksiran kuantitatif yang kokoh. [6]
Kualitatif dan kuantitatif, Keduanya  ini  lahir  dan  berkembang  biak  sebagai  konsekuensi  logis  dari  perbedaan asumsi masing-masing tentang hakikat realitas social maupun hakikat manusia itu sendiri. [7]
Pada  penelitian  social  yang  tergolong  berpendekatan  kuantitatif  ,  misalnya  terdapat berbagai  istilah  kunci  yang  selama  ini  (dipandang)  sedemikian  melekat  sebagai  atribut penelitian  kuantitatif  itu  sendiri.  Misalnya  istilah  faktor,  variable,  instrumen  pengukuran, validitas,  reliabilitas,  objektivitas,  dsb.  Sedangkan  pada  format  penelitian  kualitatif  yaitu: format fenomenologi, etnometodologi, observasi partisifasif-interaksionisme simbolik.[8]
Pada  akhir  abad  XX  atau  memasuki  abad  XXI  perkembangan  ilmu  pengetahuan masih  didominasi  oleh  ilmu  aksakta  termasuk  ilmu  pengetahuan  alam.  Kondisi  ini  sangat besar  pengeruhnya  terhadap  perkembangan  dan  kemajuan  teknologi  material  dan  bersifat mekanisasi,  sehubungan  dengan  itu  penelitian  terapan  yang  bersifat  kuantitatif  menjadi bidang  yang  menarik  dan  mendominasi  para  ilmuan,  sehingga  tidak  sedikit  usaha  untuk memasukkan   cara   pengembangan   ilmu   pengetahuan   bidang   social   melalu penelitian kuantitatif.[9]
Dalam   penelitian   terapan   tampaknya   para   ilmuan   cenderung   kepada   penelitian kuantitatif.  Kecendrungan  seperti  itu  tidak  menutup  kemungkinan  penelitian  terapan  untuk dilakukan  secara  kualitatif.  Sehubungan  dengan  itu  bagi  penelitian  terapan  yang  terpenting adalah hasilnya sehingga yang mampu menghasilkan rumusan kesimpulan, implementasi dan saran-saran  tindakan  yang  berdaya  dan  berhasil  guna  dalam  menyelesaikan  masalah  yang dihadapinya.[10]



1.      Paradigma : Sebuah Perang Pemikiran.
Paradigma sendiri bisa diartikan sebagai cara pandang atau system keyakinan yang m enjadi pedoman peneliti. Pentingnya perhatian paradigma dalam ilmu prilaku social berasal dari pengaruh Thomas Khun (1970) dengan bukunya The Structure of Scientific Revolution. Dalam buku ini, Kuhn berpendapat bahwa konsep paradigma selalu ada dalam ilmu apa saja, dan persaingan paradigma kemungkinan besar selalu muncul simultan, terlebih dalam ilmu yang masih belum matang.[11]
Paradigma positivis adalah dasar konseptual apa yang disebut metode kuantitatif, sementara paradigma konstruktivis mendasari apa yang disebut dengan metode kualitatif. Oleh karena itu perbedaan antara kedua paradigma itu kadang disebut dengan perdebatan kualitatif dan kuantitatif. Singakatan KUAN dan KUAL ini telah digunakan untuk menggambarkan pihak yang saling bersaing dalam perdebatan atau “perang paradigma”.[12]
Perang paradigma ini telah berlangsung di berbagai “medan pertempuran” dengan perhatian utama pada isu-isu konseptual, seperti “dasar realitas” atau “kemungkinan hubungan kausalitas”. Tidak ada satupun bidang dalam ilmu prilaku social yang tterhindar dari manifestasi perang paradigma ini.
Para pejuan bidang pendidikan termasuk Lncoln dan Guba (1985), telah berpendapat bahwa prinsip dasar positivisme dan metodologi kuantitatif yang menyertai paradigma itu meragukan. Lebih jauh mereka juga berpendapat bahwa konstruktivisme dan metode kualitatif tampak telah terpengaruh positivisme. Karena itulah, smith dan Heshusius (1986) yang juga concern dalam bidang pendidikan, menyarankan untuk “menghentikan” dialog antara dua kubu tersebut. Keduanya menyatakan bahwa ketidakcocokan antara kedua kubu itu membuat dialog selanjutnya tidak mungkin produktif. Pandangan ini kemudian diberi nama dengan Tesis ketidakcocokan.[13] Hal ini pun terjadi juga dalam bidang Psikologi (1970-an dan 1980-an), kemudian dalam bidang Antropologi (1993).
Sebagian besar uraian metodologis tampaknya sepakat bahwa sepanjang dua paradigma yang berbeda dianggap ada, perbedaan yang terpenting adalah cara masing-masing memperlakukan data. Menurut teori, jika tidak dalam praktek juga, peneliti kuantitatif menyisihkan dan menentukan ubahan-ubahannya (variabel) dan kategori-kategori ubahan. Ubahan-ubahan ini secara bersama-sama terkait dengan b ingkai hipotesis yang seringkali ada sebelum data dikumpulkan dan kemudian diujikan terhadap data. Sebaliknya penelitian kualitatif mulai dengan mendefinisikan konsep-konsep yang sangat umum, yang karena kemajuan-kemajuan penelitian mengubah definisi mereka. Bagi yang pertama, ubahan adalah sarana atau alat analisis, sementara bagi yang terakhir ubaha bisa merupakan produk atau hasil.[14]       
Perbedaan penting selanjutnya adalah berkaitan dengan pengumpulan data. Dalam tradisi kualitatif, penelitia harus menggunakan diri mereka sebagai instrument, mengikuti asumsi-asumsi cultural, sekaligus mengikuti data. Sehingga peneliti harus mampu mencapai wawasan imajinatif, fleksibel dan reflektif tetapi tetap mengambil jarak. Konsekuensi dari pendekatan ini adalah, metode penelitian kualitatif par excellence merupakan observasi persitipatoris. Dalam tradisi kuantitatif, instrument tersebut adalah alat teknologis yang telah ditentukan sebelumnya dan tertata dengan baik sehingga tidak banyak memberi peluang bagi flesibilitas, masukan imajinatif, dan refleksifitas.[15]
Perbedaan-Perbedaan yang dirasakan oleh para peneliti antara pendekatan kualitatif dan kuantitatif (apakah perbedaan ini logis atau tidak) berpengaruh amat besar pada focus dan pelaksanaan proyek-proyek penelitian khususnya pemilihan metode.

2.      Munculnya Mixed Methode (Metode Campuran)
Banyak usaha yang telah dilakukan dalam ilmu prilaku social untuk mendamaikan antara dua posisi paradigma utama tersebut, “penganut kedamaian” telah menunjukan bahwa meetode kualitatif dan kuantitatif sesungguhnya dapat saling melengkapi. Dalam penelitian pendidikan dan evaluasi, para penulis seperti Howe (1988), Reichard, dan Rallis (1994) ini telah menyajikan tesis berdasarkan perpaduan dua paradigma yang berbeda, yang bisa disebut pragmatisme. Karena itulah Tashakkori meyebutkan penganut kedamaian sebagai istilah kaum pragmatis.[16]
Untuk saat ini perdebatan paradigma memiliki relevannsi penting dengan sejarah filsafat ilmu social. Banyak teoritisi dan peneliti telah mengadopsi ajaran relativisme paradigma, atau penggunaan pendekatan apapun baik itu dalam kerangka pendekatan filosofis ataupun metodologis untuk mengerjakan penelitian tertentu suatu kajian. Bahkan beberapa pejuan yang paling dicatat (seperti Guba dan Lincoln, 1994) telah mengisyaratkan untuk mengakhiri peperangan dengan menyataka,
Metafora tentang perang paradigma yang digambarkan oleh Gage (1989) tampak berlebihan dengan menggambarkan diskusi dan perselisihan selama satu atau dua dekade yang lalusebagai peperangan. Permasalahannya lebih kepada suatu konrontasi daripada suatu perdebatan yang benar-benar berguna. Resolusi dari perbedaan paradigma hanya dapat terjadi ketika muncul paradigma baru yang lebih memberi informasi dan lebih canggih daripada yang sudah ada. Itu bisa terjadi jika para pendukung masing-masing sudut pandang duduk bersama untuk membahas perbedaan mereka.[17]   
           
Teoritisi dan peneliti yang berorientasi pragmatis sekarang tealah mengacu ke “metode campuran” (atau metodologi campuran atau percampuran metodologis), yang berisi dua elemen pendekatan kualitatif dan kuantitatif.



D.            Metodologi Penggabungan Pendekatan : Analisa Paradigma

Keberadaan dua paradigma yang berbeda mengesankan adanya sesuatu yang menjadi pedoman para peneliti, terutama pada praktek-praktek mereka. Ini tidaklah mengherankan karena kumpulan teks-teks metodologiyang mengesankan keberadaan dua paradigma tersebut jauh lebih besar daripada literature yang memberikan petunjuk bagi para peneliti dalam melakukan penelitian multi-metode.
Burgess (1982) memilih istilah “strategi penelitian ganda” untuk menyebut penggunaan metode yang beragam dalam memecahkan suatu masalah penelitian, menurutnya, metode-metode lapangan yang tidak melibatkan observasi, wawancara dengan informan dan sampeliing dipandang sempit dan tidak memadai. Argumennya, para peneliti harus fleksibel dan karenanya harus memilih metode yang sesuai dengan masalah yang diteliti.[18]  
Creswell (1995) baru-baru ini telah mencatat, desain metode campuran sekarang melebihi tujuan yang bisa dilakukan metode triangulasi (diartikan sebagai penyatuan hasil). Dalam tinjauan pustaka yang mendala, Greene dan kawan-kawan (1989) menegaskan lima tujuan dari penggunaan desain metode campuran dan beberapa elemen desain yang sesuai dengan pilihan desain tertentu. Lima tujuan tersebut adalah sebagai berikut :
1.      Triangulasi, atau mencari penyatuan hasil
2.      Saling Melengkapi,atau penyajian segi yang tumpang tindih dan aspek yang berbeda pada suatu fenomena
3.      Inisiasi, atau penemuan paradoks, kontradiksi, perspektif yang segar,
4.      Pengembangan atau penggunaan metode secara berurutan, hasil dari metode pertama menginformasikan penggunaan metode yang kedua
5.      Perluasan, atau penggunaan metode campuranguna menambah luas dan cakupan proyek.[19]    


Karena penelitian pada hakekatnya adalah berusaha mendapatkan informasi tentang sistem yang ada (dan beroperasi) pada obyek yang sedang diteliti, maka peneliti perlu menentukan cara menemukan informasi tentang sistem yang sedang dicari itu.  Cara menemukan informasi itulah yang bervariasi, paling tidak mengikuti pola dua kutub, yaitu kutub Kuantitatif dan kutub Kualitatif.  Perbedaan yang tentu saja berawal dari paradigma pengetahuan yang berbeda itu nampak pada praktek kegiatan penelitiannya, yaitu dalam penentuan tujuan (masalah), penentuan macam data yang dicari, penentuan sumber data, penentuan instrumen pengumpul data,  kegiatan pengumpulan dan analisis data.[20]
Berikut ini kami paparkan Kompetensi Penelitian sebagai bahan acuan,
1.      Penelitian Kuantitatif
a)     Memiliki wawasan yang luas.
b)     Mampu melakukan analisis masalah dengan  akurat.
c)     Mampu  menggunakan  teori  yang  tepat  sehingga  dapat  digunakan  untuk memperjelas masalah yang diteliti dan merumuskan hipotesis penelitian.
d)    Memahami berbagai jenis metode penelitian kuantitatif.
e)     Memahami teknik-teknik sampling.
f)      Mampu menyusun instrument untuk mengukur berbagai variable.
g)     Mampu mengumpulkan data dengan koesioner Bila mengumpulkan data dengan menggunakan tim.
h)     Mampu menyajikan data.
i)       Mampu  memberikan  interfretasi  terdapat  data  hasil  penelitian  maupun hasil hipotesis.
j)       Mampu membuat laporan secara sistematis.
k)     Mampu membuat abstraktasi hasil penelitian.[21]

2.      Kompetensi Penelitian Kualitatif

a)     Memiliki  wawasan  yang  luas  dan  mendalam  tentang  bidang  yang  akan diteliti.
b)     Mampu  menciptakan  rapport  pada  setiap   orang  yang  ada  pada  konteks social yang akan diteliti.
c)     Memiliki  kepekaan  untuk  melihat  setiap  gejala  yang  ada  pada  objek penelitian.
d)    Mampu menggali sumber data dengan observasi partoisipan.
e)     Mampu  menganalisisis  data  kualitatif  secara  induktif  berkesinambungan mulai dari analisis deskriptif, domain, komponensial, dan tema cultural.
f)      Mampu            menguji           krebilitas, dependabilitas,       konfirmabilitas, dan tranferabilkitas hasil penelitian.
g)     Mampu menghasilkan temuan pengetahuan.
h)     Mampu membuat laporan secara sistematis, jelas, lengkap dan rinci.[22]
   
E.            Hambatan-Hambatan Praktis Penggabungan Metode

Sebagaimana dikemukakan Bryman (1988), praktek penelitian social juga ditentukan oleh batasan-batasan lain  di luar batasan-batasan teori. Keputusan untuk menggabungkan atau tidak metode kualitatif dan kuantitatif tunduk pada beberapa pertimbangan mengangkut konteks pendanaan dan sumber keuangan yang tersedia, keterampilan para peneliti, organisasi social dan orientasi politis tim peneliti. Ini tidak bermaksud mengatakan bahwa pembatasan-pembatasan itu adalah sesuatu yang tidak baik dalam pengertian mengalihkan peneliti dari tujuan-tujuan penelitian yang benar seperti pengembangan teori. Tetapi merupakan konteks social yang tidak terhindarkan ketika dilakukan penelitian.[23]
Kerumitan dalam menentukan pilihan desain studi metode campuran telah dicatat oleh Greene dan kawan (1989) yang merefleksikan kebingungan yang terjadi akhir-akhir ini terkait pendekatan metode campuran, Datta (1994) menyimpulkan bahwa para pengamat telah menggunakan istilah yang dia sebut “model yang sengaja digabung” untuk menunjukan ketidakkonsistenan paradigma atau teori pada kajian metode campuran.[24]
Martyn Hammersley menuliskanbeberapa dekonstruksi pemisahan paradigma kualitatif dan kuantitatif, salah satu ungkapannya adalah ingin mengidentifikasi berbagai komponenmakna perbedaan kualitatif dan kuantitatif, terutama sebagaimana digunakan oleh para pendukung penelian kualitatif, ia mengungkapkan, bahwasanga masalah-masalah ini tidaklah sederhana atau kaitannya seerat yang kadang-kadang dipercayai. Ada tujuh hal yyang berhasil diidentifikasinya, , tujuh masalah tersebut antara lain :[25]
  1. Data kualitatif versus data kuantitatif
  2. penelusuran latar alamiah versus latar artifisual
  3. Fokus makna-makna, bukan prilaku.
  4. Pengambilan atau penolakan ilmu alam sebagai model.
  5. Pendekatan induktif versus pendekatan deduktif.
  6. Identifikasi pola-pola kultural sebagai tandingan pencarian hukum-hukum saintifik.
  7. Idealisme versus realisme.   

F.            Cara-Cara menggabungkan berbagai metode dalam proses penelitian

Bryman (1988) telah mencetuskan dan melontarkan tiga metode pokok di mana peneliti yang dalam penelitian mereka menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif menggabungkan keduanya: metode kuantutatif sebagai fasilitator penelitian kualitatif; kedua pendekatan diberikan tekanan yang setara. Proses penggabungan pendekatan dan metode disusun menurut bebrapa factor :
1.      Menyangkut arti penting yang diberikan kepada masing-masing pendekatan dalam keseluruhan proyek
2.      Menyangkut urutan waktu, jangka waktu untuk mana kedua metode ditempuh secara simultan.
3.      Terkait dengan urutan waktu dan menyangkut tahap dalam proses penelitian saat kedua metode digunakan atau dihentikan.
4.      Menentukan pemakaian metode menyangkut pembagian keterampilan dalam tim penelitian.[26] 

Ada beragam strategi untuk mengombinasikan metode kualitatif dan kuantitatif, antara lain :[27]
1.      Pengukuran kualitatif untuk mengembangkan instrument kuantitatif
 


2.      Metode kualitatif untuk menerangkan hasil kuantitatif
 




3.      Metode kuantitatif memperluas kajian kualitatif
 




4.      Metode kuantitatif dan kualitatif seimbang dan sejajar
 



G.            Penutup dan Kesimpulan

Setiap metode penelitian memiliki keunggulan dan kekurangan masing-masing. Oleh karena  itu  kualitatif   dan   kuantitatif   keberadaannya  tidak   perlu   dipertentangkan   karena keduanya  justru  saling                                    melengkapi.  Metode  penelitian  kuantitatif  cocok  digunakan  untuk penelitian  yang  masalahnya  sudah  jelas.  Sementara  penelitian  kualitatif  cocok  digunakan untuk dimana masalah itu belum jelas dilakukan pada populasi social yang tidak luas.

Dari  pengertian  dan  penggunaan  dua  metode  itu  sangat  sulit  untuk  menggabungkan  dalam satu penelitian sehingga peneliti harus memiliki catatan yaitu:
1        Dapat  dilakukan  bersama-sama  untuk  meneliti  pada  objek  yang  sama  tetapi  dengan tujuan yang berbeda.
2        Digunakan  secara  bergantian,pada  tahap  pertama  menggunakan  metode  kualitatif, sehingga ditemukan hipotesis.
3        Metode penelitian tidak dapat dgabungkan jika paradigmanya berbeda.
4        Dapat menggunbakan metode tersebut secara bersamaan, asal kedua metode tersebut telah   dipahami   dengan   jelas dan   seseorang   telah   berpengalaman   luas   dalam melakukan penelitian.[28]
Tulisan ini tidak bermaksud untuk menyatakan mana di antara dua pendekatan (Kuantitatif dan Kualitatif) yang lebih ilmiah atau lebih benar.  Kedua-duanya benar dan ilmiah sesuai dengan paradigma masing-masing.  Dengan memahami perbedaan paradigma penelitian ini, peneliti bisa menentukan apakah data yang akan dikumpulkan untuk penelitiannya tepat didekati secara Kuantitatif atau Kualitatif. Data penelitian tertentu mungkin tepat didekati secara kuantitatif sedangkan data lain mungkin tepat didekati secara Kualitatif.  Tugas peneliti adalah memilih pendekatan yang paling tepat untuk penelitiannya, bukan mempertentangkan antara kedua pendekatan ini atau menggabungkan keduanya. Dalam satu penelitian, ke dua pendekatan ini boleh saja dipakai bersama-sama untuk dua macam data yang sifatnya berbeda.  Yang tidak dibenarkan adalah menggunakan ke dua pendekatan ini (secara gabungan) untuk satu macam data.
Secara praktis, penggunaan metode dan teknik penelitian gabungan telah memunculkan kasulitan maupun pencerahan. Aplikasinya pada wilayah subtantifyang sama menggugat pendekatan-pendekatan teoritis dan asumsi-asumsi metodologis yang telah ada. Oleh karena itu, persoalannya bukan merupakan usaha untuk mendamaikan prespektif epistemoliogi yang saling bertentangan tetapi uuntuk mendamaikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang rancang praktis.
Dari sini pula kita telah mendapat gambaran, bahwa paradigma pragmatisme dapat dipakai sebagai dasar pijakan filosofis untuk menggunakan metode penelitian campuran dan model campuranm khususnya berkaitan dengan masalah epistemolgi, aksiologi, dan ontology. Pragmatisme menolak keputusan “salah satu dari dua” pendekatan yang berhubungan dengan perang paradigma.
Dengan mengetahui alur sejarah dalam paradigma yang pernah muncul dalam perjalanan Kualitatif dan kuantitatif, kita pendapat memilih, bahkan mengolaborasikan sesuai dengan  kebutuahan penelitian kita sebagai peneliti. Sehingga nilai-nilai elaborasi begitu dibutuhkan dalam proses kolaborasi antara metode penelitian kualitatif dan kuantitatif. 

###

DAFTAR PUSTAKA

Bogdan, Robert, C., Biklen, Sari, K., 1998,  Qualitative Research in Education, an Introduction toTheory and Methods, Third Edition, Boston, Allyn and Bacon.
Brennen, Julia, 2005, Memadu Metode Kualitatif dan Kuantitatif (terj.), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet VI.
Bungin, Burhan, 2007, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo persada.
Emzi, 2007, Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini, 1996, Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sugiyono, 2008, Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabela.
Suyanto, Bagong dan Sutinah. 2005, Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta: Kencana.
Ruslan, Rosdy, 2003, Metode Penelitian Publik. Surabaya: PT Raja Grafindo Persada.
Ringkasan mata kuliah Metodologi Penelitian Pend. Islam, oleh Dr. M. Anis, MA, Konsentrasi MKPI, Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011. (Modul)
Tashakkori, Abbas dan Charles Taddlie, 2010, Mixed Methodology mengombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.


[1] Ringkasan mata kuliah (Modul) “Metodologi Penelitian Pend. Islam”, oleh Dr. M. Anis, MA, Konsentrasi MKPI, Pascasarjana, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 2011.
[2] Rosdy Ruslan, Metode Penelitian Publik. Surabaya: PT Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 24

[3] Abbas Tashakkori dan Charles Taddlie, Mixed Methodology mengombinasikan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm. Xiii-xiv
[4] Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007, hlm. 28
[5] Bagong suyanto dan sutinah. Metode Penelitian Sosial; Berbagai Alternatif Pendekatan. (Jakarta: Kencana, 2005), Hlm: 36-37

[6] Ibid.
[7] Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo persada, 2007), Hlm:48.
[8] Ibid.
[9] Hadari Nawawi dan Mimi Martini,. Penelitian Terapan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1996). Hlm: 9
[10] Ibid.
[11] Emzir. Metodologi Penelitian Pendidikan Kuantitatif dan Kualitatif, hlm. 4
[12] Ibid.
[13] Ibid. 4-5
[14] Julia Brennen, Memadu Metode Kualitatif dan Kuantitatif (terj.), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet VI, 2005, hlm. 11
[15] Ibid.
[16] Ibid. hlm. 6
[17] Ibid.
[18] Julia Brennen, Memadu Metode Kualitatif dan Kuantitatif (terj.), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, cet VI, 2005, hlm. 21-20
[19] Abbas Tashakkori dan Charles Taddlie, Mixed Methodology … hlm. 69-70
[20] Bogdan, Robert, C., Biklen, Sari, K..  Qualitative Research in Education, an
Introduction toTheory and Methods, Third Edition, Boston, Allyn and Bacon. 1998, hlm.38
[21] Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabela, 2008), Hlm: 27

[22] Ibid. hlm. 28
[23] Julia Brennen, Memadu Metode Kualitatif dan Kuantitatif,  hlm. 29
[24] Abbas Tashakkori dan Charles Taddlie, Mixed Methodology … hlm. 70
[25] Julia Brennen, Memadu Metode Kualitatif dan Kuantitatif,  hlm. 60
[26] Julia Brennen, Memadu Metode Kualitatif dan Kuantitatif (terj.), hlm. 38
[27] Ibid. hlm. 72
[28] Sugiyono, Metode penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. (Bandung: Alfabela, 2008), Hlm: 26


Tidak ada komentar:

Posting Komentar